Fiqih : Salam (Pemesanan Barang)

Fiqih : Salam (Pemesanan Barang) – Akad salam adalah sistem transaksi bisnis di mana pembeli memesan barang yang hendak dibelinya. Transaksi pemesanan barang ini dibolehkan dalam Islam dengan syarat dan ketentuan khusus.

Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qorib
Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصار)
Pengarang: Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Penerjemah:
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi’i

Bab Akad Salam (Pemesanan Barang)

فصل): في أحكام السلم وهو والسلف لغة بمعنى واحد، وشرعاً بيع شيء موصوف في الذمة، ولا يصح إلا بإيجاب وقبول
ويصح السلم حالاً ومؤجلاً) فإن أطلق السلم انعقد حالاً في الأصح، وإنما يصح السلم (فيما) أي في شيء (تكامل فيه خمس شرائط) أحدها (أن يكون) المسلم فيه (مضبوطاً بالصفة التي يختلف بها الغرض) في المسلم فيه بحيث ينتفي بالصفة الجهالة فيه، ولا يكون ذكر الأوصاف على وجه يؤدي لعزة الوجود في المسلم فيه كلؤلؤ كبار، وجارية وأختها أو ولدها (و) الثاني (أن يكون جنساً لم يختلط به غيره) فلا يصح السلم في المختلط المقصود الأجزاء التي لا تنضبط كهريسة ومعجون، فإن انضبطت أجزاؤه صح السلم فيه كجبن وأقط،
والشرط الثالث مذكور في قوله (ولم تدخله النار لإحالته) أي بأن دخلته لطبخ أو شيء فإن دخلته النار للتمييز كالعسل والسمن صح السلم فيه (و) الرابع (أن لا يكون) المسلم فيه (معيناً) بل ديناً فلو كان معيناً، كأسلمت اليك هذا الثوب مثلاً في هذا العيد، فليس بسلم قطعاً ولا ينعقد أيضاً بيعاً في الأظهر
و) الخامس أن (لا) يكون (من معين) كأسلمت إليك هذا الدرهم في صاع من هذه الصبرة
ثم لصحة المسلم فيه ثمانية شرائط) وفي بعض النسخ ويصح السلم بثمانية شرائط: الأول مذكور في قول المصنف (وهو أن يصفه بعد ذكر جنسه ونوعه بالصفات التي يختلف بها الثمن) فيذكر في السلم في رقيق مثلاً نوعه كتركي أو هندي وذكورته أو أنوثته وسنه تقريباً، وقده طولاً أو قصراً أو ربعة، ولونه كأبيض ويصف بياضه بسمرة أو شقرة، ويذكر في الإبل والبقر والغنم والخيل والبغال والحمير، الذكورة والأنوثة والسن واللون والنوع، ويذكر في الطير النوع والصغر والكبر والذكورة والأنوثة، والسن إن عرف، ويذكر في الثوب الجنس كقطن أو كتان أو حرير، والنوع كقطن عراقي والطول والعرض، والغلظ والدقة والصفافة والرقة والنعومة والخشونة، ويقاس بهذه الصور غيرها ومطلق السلم في ثوب يحمل على الخام لا المقصور
و) الثاني (أن يذكر قدره بما ينفي الجهالة عنه) أي أن يكون المسلم فيه معلوم القدر كيلاً في مكيل، ووزناً في موزون، وعداً في معدود، وذرعاً في مذروع. والثالث مذكور في قول المصنف (وإن كان) السلم (مؤجلاً ذكر) العاقد (وقت محله) أي الأجل كشهر كذا فلو أجل السلم بقدوم زيد مثلاً لم يصح.
و) الرابع (أن يكون) المسلم فيه (موجوداً عند الاستحقاق في الغالب)أي استحقاق تسليم المسلم فيه، فلو أسلم فيما لا يوجد عند المحل كرطب في الشتاء لم يصح (و) الخامس (أن يذكر موضع قبضه) أي محل التسليم إن كان الموضع لا يصلح له أو صلح له، ولكن لحمله إلى موضع التسليم مؤنة.
و) السادس (أن يكون الثمن معلوماً) بالقدر أو بالرؤية له (و) السابع (أن يتقابضا) أي المسلم والمسلم إليه في مجلس العقد (قبل التفرق) فلو تفرقا قبل قبض رأس المال بطل العقد أو بعد قبض بعضه، ففيه خلاف تفريق الصفة والمعتبر القبض الحقيقي، فلو أحال المسلم برأس مال السلم وقبضه المحتال، وهو المسلم إليه من المحال عليه في المجلس لم يكف (و) الثامن (أن يكون عقد السلم ناجزاً لا تدخله خيار الشرط) بخلاف خيار المجلس فإنه يدخله. ً.

Pengertian Salam

(Pasal) menjelaskan hukum-hukum salam (pesan).

Salam dan salaf secara bahasa memiliki makna yang sama.

Dan secara syara’ adalah menjual sesuatu yang diberi sifat di dalam tanggungan.

Salam tidak sah kecuali dengan ijab (serah) dan qabul (terima).

Akad salam hukumnya sah dengan cara hal (kontan) dan muajjal (tempo).

Jika akad salam dimutlakkan, maka menjadi sah dengan cara kontan menurut pendapat ashah.

Syarat-Syarat Akad Salam

Akad salam hanya sah pada barang yang memenuhi lima syarat.

Salah satunya adalah muslam fih (barang yang dipesan) harus di batasi dengan sifat yang bisa menimbulkan berbeda-bedanya keinginan di dalam barang yang dipesan tersebut.

Sekira dengan sifat tersebut ketidakjelasan barang yang dipesan menjadi hilang.

Penyebutan sifat tidak boleh dengan cara yang bisa mengantarkan barang yang dipesan tersebut sulit ditemukan, sepeti intan yang besar, dan budak wanita beserta saudara perempuannya atau beserta anaknya.

Yang ke dua, barang yang dipesan harus berupa jenis yang tidak bercampur dengan jenis yang lain.

Sehingga tidak sah melakukan akad salam pada barang yang bercampur bahan-bahan pokoknya serta tidak jelas batasannya, seperti jenang harisah dan minyak ma’jun.

Jika bahan-bahannya jelas ukurannya, maka sah melakukan akad salam pada barang tersebut seperti mentega.

Syarat yang ke tiga disebutkan di dalam perkataan mushannif, “dan barang tersebut tidak diproses dengan api”, maksudnya api yang digunakan untuk menanak atau menggoreng barang tersebut.

Jika api digunakan pada barang tersebut untuk memisahkan seperti madu dan minyak samin, maka sah melakukan akad salam pada barang tersebut.

Syarat yang ke empat adalah barang yang dipesan tidak boleh muayyan (sudah ditentukan), bahkan harus berupa hutang.

Sehingga, kalau muslam fih-nya sudah ditentukan, seperti “aku menyerahkan baju ini seumpama padamu untuk memesan budak ini”, maka secara pasti hal itu bukanlah akad salam, dan juga tidak bisa sah menjadi akad bai’ menurut pendapat adlhar.

Syarat ke lima adalah muslam fih tidak boleh dikhususkan dari barang yang sudah ditentukan, seperti, “saya menyerahkan dirham ini padamu untuk memesan satu sha’ dari tumpukkan ini”.

Syarat Muslam Fih (Barang yang Dipesan)

Kemudian, sahnya muslam fih memiliki delapan syarat.

Di dalam sebagian redaksi, “akad salam hukumnya sah dengan delapan syarat.”

Yang pertama disebutkan di dalam perkataan mushannif, “setelah menyebutkan jenis dan macamnya, orang yang memesan harus memberi sifat pada muslam fih dengan sifat yang bisa mempengaruhi harga.

Sehingga, saat memesan budak semisal, maka ia harus menyebutkan macamnya seperti budak Turki atau India, dan menyebutkan jenis laki-laki atau perempuan, kira-kira usianya, ukurannya tinggi, pendek atau sedang, dan menyebutkan warna kulitnya seperti putih dan mensifati putihnya dengan agak kemerahan atau merah mulus.

Saat memesan onta, sapi, kambing, kuda, bighal dan keledai, ia menyebutkan jenis jantan, betina, usia, warna dan macamnya.

Saat memesan burung, ia menyebutkan macam, kecil, besar, jantan, betina, dan usianya jika diketahui.

Saat memesan baju, ia menyebutkan jenis seperti kapas, kattan, atau sutra, dan menyebutkan macamnya seperti kapas negri Iraq, menyebutkan panjang, lebar, tebal, tipis, rapat, renggang, halus dan kasarnya.

Untuk contoh-contoh yang lain disamakan dengan contoh-contoh ini.

Akad salam pada baju yang dimutlakkan, maka diarahkan kepada baju yang baru bukan baju bekas yang diwarna lagi.

Yang ke dua adalah menyebutkan ukurannya dengan sesuatu yang bisa menghilangkan ketidakjelasan pada muslam fih.

Maksudnya, muslam fih harus diketahui ukurannya, yaitu takarannya pada barang yang ditakar, timbangannya pada barang yang ditimbang, hitungannya pada barang yang dihitung, dan ukurannya pada barang yang diukur.

Yang ke tiga disebutkan di dalam perkataan mushannif,

Jika akad salam dilakukan dengan tempo, maka orang yang melakukan akad harus menyebutkan waktu jatuh temponya, maksudnya jatuh temponya seperti bulan ini.

Jika ia memberi tempo akad salam dengan kedatangan Zaid semisal, maka akad salamnya tidak sah.

Yang ke empat muslam fih-nya wujud saat waktu penerimaan menurut ukuran kebiasaannya. Maksudnya, waktu meng-haki untuk menyerahkan muslam fih.

Sehingga, seandainya seseorang melakukan akad salam pada barang yang tidak ditemukan saat jatuh tempo, seperti kurma basah di musim dingin, maka akad salamnya tidak sah.

Yang ke lima adalah menyebutkan tempat penerimaan muslam fih, maksudnya tempat menyerahkan.

Jika tempat akad pertama tidak layak untuk itu, atau layak namun butuh biaya untuk membawa muslam fih ke tempat penyerahan.

Yang ke enam, tsaman-nya harus diketahui dengan ukuran atau langsung melihatnya.

Yang ke tujuh, keduanya, maksudnya muslim (orang yang memesan) dan muslam ilaih (orang yang dipesan) harus melakukan serah terima tsaman sebelum berpisah.

Seandainya keduanya berpisah sebelum menerima ra’sul mal (barang yang digunakan sebagai harga), maka akad salam tersebut menjadi batal.

Atau setelah menerima sebagiannya saja, maka dalam permasalahan ini terjadi perbedaan pendapat di dalam tafriqus shufqah.

Yang diharuskan adalah penerimaan secara hakiki.

Sehingga, seandainya muslim melakukan akad hiwalah (pengalihan hutang) dengan ro’sul malnya akad salam, dan muhtal (orang yang menerima peralihan) yaitu muslam ilaih menerima barang tersebut dari muhal alaih (orang yang diberi beban hutang) di tempat akad, maka hal itu tidak mencukupi.

Yang ke delapan, akad salam harus dilakukan dengan cara najizan (langsung), tidak berlaku khiyar syarat pada akad salam.

Berbeda dengan khiyar majlis, maka sesungguhnya khiyar majlis bisa masuk pada akad salam.

Leave a Comment