Memberi nafkah adalah wajib bagi suami pada istrinya. Sedangkan antara orang tua dan anaknya maka kewajiban memberi nafkah tergantung pada siapa yang kaya dan siapa yang miskin.
Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qarib
Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصا)
Pengarang: Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi’i
Pasal Nafkah Kerabat
Hukum Menafkahi Kerabat
Di dalam sebagian redaksi matan fasal ini diakhirkan dari fasal setelahnya.
Lafadz “an nafaqah” itu diambil dari lafadz “al infaq”, dan artinya adalah mengeluarkan. Lafadz “infaq” tidak digunakan kecuali di dalam kebaikan.
Sebab-Sebab Nafkah
Nafaqah memiliki tiga sebab, kerabat, milku yamin (kepemilkan budak), dan ikatan suami istri.
Penulis Matan Taqrib menjelaskan sebab yang pertama di dalam perkataan beliau,
Nafkah Orang Tua dan Anak
Nafaqah orang tua dan anak dari jalur keluarga wajib diberikan pada para anak dan orang tua.
Maksudnya nafaqah orang tua yang laki-laki atau perempuan, satu agama atau berbeda agama wajib diberikan oleh anak-anaknya.
Adapun para orang tua walaupun hingga ke atas, maka wajib diberi nafaqah dengan dua syarat.
Mereka faqir, yaitu tidak memiliki harta atau tidak mampu bekerja dan lumpu, atau faqir dan gila.
Az zamanah adalah bentuk kalimat masdar dari rangkaian “zamuna ar rajulu zamanatan (lelaki yang benar-benar lumpuh) ketika ia memiliki penyakit”.
Sehingga, jika mereka memiliki harta atau mampu bekerja, maka tidak wajib diberi nafaqah.
Adapun para anak walaupun hingga ke bawah, maka nafaqah mereka diwajibkan kepada para orang tua dengan tiga syarat :
Salah satunya adalah fakir dan masih kecil. Sehingga anak yang kaya dan sudah besar, maka tidak wajib diberi nafaqah.
Atau faqir dan lumpuh. Sehingga anak yang kaya dan kuat, maka tidak wajib diberi nafaqah.
Atau faqir dan gila. Sehingga anak yang kaya dan mempunyai akal, maka tidak wajib diberi nafaqah.
Nafkah Budak dan Binatang Ternak
Mushannif menyebutkan sebab yang kedua di dalam perkataan beliau, “memberi nafaqah kepada budak dan binatang ternak hukumnya wajib.”
Sehingga, barang siapa memiliki budak, baik budak laki-laki, perempuan, mudabbar, ummu walad atau memiliki binatang ternak, maka wajib baginya untuk memberi nafaqah pada mereka.
Sehingga wajib baginya memberi makan budaknya dengan makanan pokok penduduk setempat dan lauk pauk yang biasa mereka konsumsi dengan kadar kecukupan. Dan wajib memberi pakaian sesuai dengan pakaian penduduk daerah setempat.
Di dalam memberi pakaian terhadap budak, tidak cukup memberi pakaian yang hanya menutupi aurat saja.
Budak dan binatang ternak tidak boleh dipaksa melakukan pekerjaan yang tidak mampu mereka lakukan.
Ketika majikan mempekerjakan budaknya di siang hari, maka wajib mengistirahatkan di malam hari. Dan ketika musim kemarau, wajib mengistirahatkan di waktu qailulah (tengah hari).
Majikan juga tidak boleh memaksa binatang ternaknya memuat barang yang tidak mampu dimuat oleh binatang tersebut.
Nafkah Istri
Mushannif menyebutkan sebab yang ketiga di dalam perkataan beliau,
Nafaqah untuk seorang istri yang telah memasrahkan dirinya hukumnya wajib bagi seorang suami.
Karena nafaqah untuk istri itu berbeda-beda sesuai dengan keadaan sang suami, maka mushannif menjelaskannya di dalam perkataan beliau,
Nafaqah untuk istri itu dikira-kirakan. Sehingga, jika sang suami adalah orang kaya, kayanya sang suami dipertimbangkan saat terbitnya fajar setiap hari, maka wajib memberikan nafaqah bahan makanan sebanyak dua mud yang wajib ia berikan setiap hari hingga malam harinya kepada istrinya, baik beragama islam atau kafir dzimmi, merdeka ataupun budak.
Dua mud tersebut diambilkan dari makanan pokok sang istri.
Yang dikehendaki adalah makanan pokok daerah setempat, baik gandum putih, gandum merah, atau selainnya hingga susu kental bagi penduduk pedalaman yang menjadikannya sebagai makanan pokok.
Dan wajib memberikan lauk pauk dan pakainya yang biasa terlaku kepada sang istri.
Sehingga, jika daerah setempat biasa memakai lauk pauk dengan miyak zait, miyak wijen, mentega dan sesamanya, maka kebiasaan tersebut diikuti.
Jika di daerah setempat tidak ada lauk pauk yang dominan, maka wajib memberikan lauk pauk yang layak dengan keadaan sang suami.
Lauk pauk berbeda-beda dengan berbeda-bedanya musim.
Sehingga di setiap musim wajib memberikan lauk pauk yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat pasa saat itu.
Istri juga wajib diberi daging yang sesuai dengan keadaan suaminya.
Jika kebiasaan daerah setempat dalam urusan pakaian bagi orang sekelas sang suami adalah dengan bahan katun atau sutra, maka wajib untuk memberikan pakaian dengan bahan tersebut pada sang istri.
Jika sang suami adalah orang miskin, ukuran miskinnya dipertimbangkan saat terbitnya fajar setiap harinya, maka wajib memberikan makanan satu mud.
Maksudnya wajib bagi suami memberikan makanan satu mud dari makanan pokok yang dominan di daerah setempat kepada istrinya setiap hari hingga malam harinya.
Dan memberikan lauk pauk yang biasa dikonsumsi oleh orang-orang miskin daerah setempat.
Dan memberikan pakaian yang biasa digunakan oleh mereka.
Jika sang suami adalah orang yang tengah-tengah, dan ukuran tengah-tengahnya ini dipertimbangkan saat terbitnya fajar setiap harinya hingga malam harinya, maka wajib satu mud setengah, maksudnya wajib bagi sang suami memberikan satu mud setengah dari bahan makanan pokok yang dominan daerah setempat.
Dan wajib memberikan lauk pauk dan pakaian yang tengah-tengah pada sang istri.
Yang dimaksud dengan tengah-tengah adalah sesuatu yang berada di antara sesuatu yang wajib bagi suami yang kaya dan yang wajib bagi suami yang miskin.
Bagi sang suami wajib memberikan milik berupa bahan makanan biji-bijian kepada sang istri.
Dan bagi sang suami wajib untuk menggiling dan membuat roti bahan makanan tersebut.
Sang istri berhak diberi alat makan, minum dan memasak.
Sang istri juga berhak mendapatkan tempat tinggal yang layak baginya secara adat.
Jika sang istri termasuk orang-orang yang biasa dilayani, maka bagi suami wajib mencari pembantu untuk sang istri.
Baik pembantu wanita merdeka, budak perempuannya, budak perempuan sewaan, atau dengan memberi nafkah kepada wanita yang menemani istrinya baik wanita merdeka atau budak karena untuk melayani sang istri, jika memang sang suami rela dengan wanita tersebut.
Jika Suami Tidak Mampu Menafkahi
Jika sang suami tidak mampu memberi nafkah sang istri, maksudnya nafkah di hari-hari yang akan datang, maka bagi sang istri diperkenankan bersabar atas ketidakmampuan sang suami dan menafkahi dirinya sendiri dari hartanya sendiri, atau dari hutang dan apa yang ia nafkahkan itu menjadi tanggungan hutang sang suami.
Dan dia juga diperkenankan merusak nikah (fasakh).
Ketika sang istri merusak nikah, maka terjadilah perceraian. Dan ini adalah perceraian sebab merusak nikah, bukan perceraian sebab talak.
Sedangkan masalah nafkah hari-hari yang sudah lewat, maka tidak ada hak bagi sang istri untuk merusak nikah sebab sang suami tidak mampu memberikannya.
Begitu juga bagi sang istri berhak merusak nikah jika suaminya tidak mampu memberikan mas kawin sebelum berhubungan intim.
Baik sebelum akad sang istri sudah tahu bahwa sang suami tidak mampu memberikannya ataupun tidak.