Fiqih : Khiyar (Pilihan) – Khiyar adalah salah satu sistem dalam bisnis Islam di mana kedua pihak pelaku bisnis diberi waktu pilihan untuk menggagalkan transaksi atau meneruskannya karena sebab-sebab tertentu. Misalnya, karena adanya cacat.
Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qorib
Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصار)
Pengarang: Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Penerjemah:
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi’i
Bab Khiyar
Pengertian Khiyar
(Pasal) menjelaskan hukum-hukum khiyar (memilih untuk meneruskan atau membatalkan akad jual beli).
Khiyar Majlis
Kedua orang yang melakukan akad jual boleh diperkenankan melakukan khiyar (memilih) di antara meneruskan akad jual beli dan merusaknya.
Maksudnya, kedua orang tersebut memiliki hak khiyar majlis di berbagai macam akad jual beli seperti akad salam.
Selama keduanya belum berpisah, maksudnya di waktu keduanya belum berpisah secara ‘urf.
Maksudnya, khiyar majlis bisa terputus / selesai adakalanya sebab badan kedua orang yang melakukan akad jual beli tersebut telah berpisah dari tempat akad.
Atau sebab keduanya telah memilih untuk menetapkan akad.
Seandainya salah satunya memilih untuk menetapkan akad dan tidak segera memilih pilihan yang lain, maka hak khiyarnya telah habis dan hak khiyar masih dimiliki oleh orang yang satunya.
Khiyar Muddah (Masa)
Bagi ke dua orang yang melakukan akad jual beli, begitu juga salah satunya ketika orang yang satunya lagi sepakat, diperbolehkan untuk memberi syarat khiyar di dalam segala bentuk barang yang dijual hingga masa tiga hari.
Masa tiga hari tersebut dihitung sejak akad tidak dari saat berpisah.
Seandainya syarat khiyar lebih dari tiga hari, maka akadnya menjadi batal.
Seandainya barang yang dijual termasuk barang yang akan rusak pada masa yang telah disyaratkan, maka akad jual belinya menjadi batal.
Khiyar Aib
Ketika pada barang yang dijual ditemukan cacat yang sudah ada sebelum barang itu diterima, dan bisa mengurangi harga atau barangnya dengan bentuk kekurangan yang bisa menghilangkan tujuan yang sah, dan biasanya pada jenis barang yang dijual tersebut tidak ada cacat tersebut seperti zina, mencuri, dan minggatnya budak yang dibeli, maka bagi pembeli diperkenankan untuk mengembalikannya, maksudnya barang yang dijual.
Tebasan / Borong Buah
Tidak boleh menjual buah tanpa pohonnya dengan cara memutlakkan, maksudnya tanpa syarat memanen, kecuali setelah nampak kebaikan buah tersebut.
Yang dimaksud dengan nampak baik pada buah yang tidak berubah warna adalah keadaannya sudah sampai pada batas yang biasanya telah dikehendaki untuk dikonsumsi, seperti tebu telah manis, delima telah terasa asam, dan buah thin (luh : jawa) telah lunak.
Dan pada buah yang berubah warna adalah buah tersebut telah beranjak merah, hitam atau kuning, seperti buah kurma, ijash (juwet : jawa), buah yang hampir matang (yadam : jawa).
Sedangkan buah yang belum nampak baik, maka tidak sah menjualnya dengan cara memutlakkan, tidak pada pemilik pohonnya dan tidak juga pada yang lain, kecuali dengan syarat dipotong / dipanen, baik kebiasannya di situ adalah langsung memanen buah ataupun tidak.
Seandainya pohon yang ada buahnya telah dipotong, maka buahnya boleh dijual tanpa disyaratkan untuk dipanen.
Memborong / Menebas Hasil Pertanian
Tidak boleh menjual tanaman persawahan yang masih hijau dan masih tumbuh di tanah kecuali dengan syarat dipotong atau dicabut.
Jika tanaman tersebut dijual beserta lahannya, atau dijual tanpa lahannya setelah buah biji-bijian tanaman tersebut telah mengeras, maka hukumnya diperbolehkan tanpa syarat dipanen.
Yang Harus Dilakukan Sebelum Panen
Barang siapa menjual buah atau hasil pertanian yang belum nampak baik, maka baginya wajib untuk menyiram tanaman tersebut dengan kadar siraman yang bisa mengembangkan buah dan menyelamatkannya dari kerusakan.
Baik si penjual telah mempersilahkan pembeli untuk mengambil buahnya ataupun belum.
Tidak diperkenankan menjual barang yang bernilai ribawi dengan sejenisnya yang masih dalam keadaan basah. Lafadz “rathbah” dengan membaca huruf tha’nya yang tidak memiliki titik.
Dengan keterangan tersebut, mushannif memberi isyarah bahwa sesungguhnya di dalam jual beli barang-barang ribawi harus dalam keadaan sempurna.
Sehingga tidak sah semisal menjual anggur basah dibeli dengan anggur basah.
Kemudian dari keterangan yang telah dijelaskan tadi, mushannif mengecualikan perkataan beliau yang berbunyi, “kecuali susu”.
Maksudnya, sesungguhnya diperkenankan menjual sebagian susu dibeli dengan sebagian susu yang lain sebelum dijadikan keju.
Mushannif memutlakkan susu, sehingga mencakup susu cair, susu kental, susu murni, dan susu asam.
Ukuran yang digunakan di dalam susu adalah takaran.
Sehingga sah menjual susu kental dibeli dengan susu cair dengan menggunakan takaran, walaupun ukuran keduanya berbeda jika menggunakan timbangan.