Fiqih : Kewajiban Ganti Rugi, Baik Disengaja Atau Tidak – Dalam permasalahan interaksi dengan seseorang terkadang kita tidak sengaja merusak barang milik orang lain. Misalnya, karena mengantuk saat menyetir, akhirnya tidak sengaja menabrak pedagang yang sedang berjualan di pinggir jalan sehingga barang dagangannya menjadi rusak.
Nah, bagaimana bila kesalahan tersebut kita lakukan karena tidak tahu, tidak sengaja atau lupa?. Untuk lebih jelasnya silahkan simak ulasan Pengetahuanislam.com berikut ini.
Fiqih : Kewajiban Ganti Rugi, Baik Disengaja Atau Tidak
Syaikh As Sa’di rahimahullah mengatakan,
و الخطء و الإكراه و النسيان…أسقطه معبودنا الرحمان
لكن مع الإتلاف يثبت البدل…و ينتفي التأثيم عنه و الزلل
Kesalahan karena tidak sengaja, dipaksa, atau lupa…
Dimaafkan oleh Ar Rahman, Dzat yang kita sembah…
Tapi jika menyebabkan rusaknya sesuatu milik orang lain, wajib menggantinya…
Namun dia tidak dikenai dosa atas kesalahannya…
Penjelasan kaidah
Kaidah ini berkaitan dengan kesalahan yang dilakukan seseorang karena tidak sengaja, dipaksa melakukan sesuatu yang salah[1], atau lupa. Seseorang yang melakukan kesalahan karena tidak sengaja atau lupa, maka ia tidak berdosa. Tetapi jika kesalahannya tersebut mengakibatkan rusaknya barang atau properti orang lain, bahkan terbunuhnya orang lain, ia wajib ganti rugi atau membayar diyat, tidak peduli apakah karena tidak sengaja atau karena lupa.
Dalil Kaidah
Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya “Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatku kesalahan karena tidak sengaja, lupa, atau dipaksa” (HR. Ibnu Majah dan lainnya, dinilai shahih oleh Al Albani)
Allah Ta’ala berfirman mengisahkan do’a hamba-Nya,
Artinya : “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami melakukan kesalahan karena lupa atau tidak sengaja” (QS. Al Baqarah : 286)
Maka Allah menjawab, “Aku maafkan” (HR. Muslim)
Ganti Rugi Tidak Pandang Bulu
Meskipun orang yang berbuat keliru karena tidak sengaja atau lupa tidak menanggung dosa, tetapi jika kesalahannya tersebut berimbas pada terluka atau terbunuhnya orang lain, atau rusaknya barang miliki orang lain, maka ia wajib ganti rugi.
Syaikh ‘As Sa’di menjelaskan,
“Kesimpulannya, orang yang tidak sengaja, atau lupa, atau dipaksa melakukan suatu kesalahan, tidak menanggung dosa atas kesalahannya. Akan tetapi, ia wajib ganti rugi jika kesalahannya berdampak pada terbunuhnya orang lain atau rusaknya barang orang lain. Karena masalah ganti rugi dikaitkan dengan perbuatan dan kerugian yang ditimbulkannya, sama saja karena sengaja atau tidak”.
Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan menerangkan,
“Setiap mukallaf (yaitu orang yang baligh dan berakal) wajib ganti rugi jika merusak sesuatu milik orang lain. Begitu juga dengan mereka yang bukan mukallaf, semacam anak-anak atau orang gila. Kaidah ini mencakup kerugian pada jiwa (terbunuh misalnya –pen), harta, atau hak-hak orang lain.“
Maka siapa saja yang merusak sesuatu milik orang lain tanpa alasan syar’i, wajib ganti rugi, sama saja apakah karena sengaja, tidak tahu, atau lupa. Sama saja apakah mukallaf ataukah bukan mukallaf. Karena masalah ganti rugi ini tidak berkaitan dengan status pelakunya (mukallaf atau tidak), tapi masalah ini adalah mengaitkan hukum (ganti rugi –pen) dengan sebabnya (rusaknya properti orang –pen). Jika sebabnya dijumpai, hukum harus ditegakkan”.
Contoh penerapan kaidah
Kembali ke contoh di awal tulisan :
Ada pengemudi mobil yang menyetir sambil mengantuk. Tak sengaja, ia menabrak penjual sehingga gerobaknya rusak. Ia tidak berdosa karena perbuatannya, tapi wajib mengganti gerobak batagor beserta isinya yang telah ia rusak. Bahkan jika menyebabkan si penjual meninggal, ia wajib membayar diyat ke keluarganya.
Jika ada seorang anak TK yang memecahkan piring tetangganya, maka orang tuanya atau walinya wajib mengganti piring tetangganya yang telah dipecahkan oleh si anak.